Translate

Jumat, 08 April 2016

ANALISA MASALAH AIR LIMBAH



ANALISA MASALAH AIR LIMBAH
DI RSUD GUNUNG JATI KOTA CIREBON
TAHUN 2011
( OLEH : MOH ARIFIN )

 
BAB III
ANALASA MASALAH AIR LIMBAH

3.1.     Indentifikasi Masalah
           Dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan air limbah di RSUD Gunung Jati  Kota Cirebon ditemukan permasalahan-permasalahan sebagai berikut :
3.1.1   Kurangnya tenaga lapangan pengelolaan air limbah
3.1.2   Pengolahan  air   limbah  di  RSUD   Gunung   Jati   Kota   Cirebon   hanya
           beroperasi 12 jam, seharusnya 24 jam.
3.1.3   Hasil  pemeriksaan  kualitas  sampel  air   limbah  pada   akhir   pengolahan
( outlet ) air limbah ada beberapa parameter yang melebihi baku mutu, yaitu : Kadar Amoniak (NH3), phospat (PO4) dan BOD5.
 3.1.4  Dalam  menjalankan  tugasnya  tenaga  lapangan air limbah tidak memakai  alat pelindung
          diri (APD).
3.2.     Prioritas Masalah
3.2.1   Penentuan Prioritas Masalah
           Dari beberapa masalah yang sudah teridentifikasi diatas maka langkah selanjutnya adalah menentukan prioritas masalah sehingga dapat diketahui masalah utama dari masalah-masalah yang ada. Penentuan prioritas masalah menurut Azrul Azwar (1996) adalah dengan menggunakan teknik matrik kriteria ( Criteria matrik technique ) yaitu sebagai berikut:
1. Pentingnya masalah (Importency) yaitu:
1). Besarnya masalah (Prevalency) adalah masalah yang lebih banyak 
      ditemukan (sering ditemukan).
2). Akibat yang ditimbulkan oleh masalah (Saverty) adalah akibat yang
      timbul dari suatu masalah yang lebih serius.
3). Kenaikan jumlah masalah (Rate of Inceres) adalah kenaikan masalah
lebih tinggi dan lebih cepat dibandingkan dengan periode sebelumnya.
2.  Teknologi yang tersedia (Technical Feasibilyty)
       Makin sesuai teknologi yang tersedia dan yang dapat dipaki untuk mengatasi masalah makin diprioritaskan masalah tersebut. Teknologi yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah adalah teknologi yang dapat menguasai ilmu dan teknologi yang sesuai.
3.  Sumber daya yang tersedia (Resurce Avability)
        Makin tersedia sumber daya yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah, makin diprioritaskan masalah tersebut. Sumber daya yang dimaksud mencakup sarana (material), tenaga (Man) dan dana (Money).
3.2.2    Pembobotan Masalah
            Prioritas masalah yang dipilih berdasarkan metode dengan menggunakan teknik criteria matriks menggunakan rumus P = I x T x R (Azrul Anwar, 1996).
Keterangan:
P = Prioritas masalah
I = Pentingnya masalah
T = Kelayakan Teknologi
R = Sumber daya yang tersedia
            Dalam pembobotan masalah dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Membuat tabel prioritas masalah dengan mencantumkan daftar masalah.
2.      Petugas menyamakan persepsi tentang masalah yang ada serta kriteria yang digunakan.
3.      Masing-masing petugas menentukan pilihan dengan memberikan skor 1 sampai 5 pada tiap masalah dengan ketentuan:
Nilai 5  ( Sangat penting ), Nilai 4  ( Penting ), Nilai 3 ( Cukup Penting ), 
Nilai 2 ( Kurang Penting ) dan Nilai 1 ( Tidak Penting ).
          Tabel 3.1 Penentuan Prioritas Masalah

No
Jenis Masalah
I
T
R
I x T x R
P
S
R
1
Kurangnya tenaga lapangan pengelolaan air limbah
4
3
3
5
3
150
2
Pengelolaan air limbah rumah sakit hanya beroperasi 12 jam, seharusnya 24 jam.
4
4
3
5
3
165
3
Hasil pemeriksaan sampel air limbah pada akhir pengolahan (outlet) ada beberapa parameter yang tinggi.yaitu: kadar  Amoniak (NH3), Posfat (PO4),  dan BOD5.
5
5
4
4
4
224
4
Dalam menjalankan tugasnya tenaga lapangan limbah sebagian besar tidak memakai alat pelindung diri (APD).
4
5
4
4
3
156

            Priorirtas  masalah yang ada dalam pengelolaan limbah di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon adalah “Hasil pemeriksaan sampel air limbah pada akhir pengolahan (outlet) ada beberapa parameter yang tinggi.yaitu: kadar  Amoniak (NH3), Posfat (PO4),  dan BOD5”. Dari hasil penentuan prioritas masalah tersebut selanjutnya penulis meninjau prioritas masalah dengan menggunakan 5 W + 1 H, yaitu;
1.      What (Apa)
        Kadar  Amoniak (NH3), Posfat (PO4),  dan BOD5 sering tinggi pada pemeriksaan akhir pengolahan (outlet) air limbah di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon.
2.      Why (Kenapa)
        Air limbah hasil buangan dari ruang laundry, ruang laboratorium dan air limbah bekas pengepelan lantai langsung disalurkan ke instalasi pengolahan air limbah (IPAL)  tanpa adanya pengolahan pendahuluan dan operasional IPAL hanya 12 jam per hari.
3.      Who (Siapa)
        Kadar  Amoniak (NH3), Posfat (PO4),  dan BOD5 pada pengolahan akhir (outlet) air limbah RSUD Gunung Jati Kota Cirebon
4.      When (Kapan)
        Pada saat pemeriksaan kualitas sampel air limbah pada bulan Maret 2011  di outlet IPAL RSUD Gunung Jati Kota Cirebon
5.      Where (Dimana)
         Pengolahan akhir (outlet) Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)    
RSUD  Gunung Jati Kota Cirebon.
6.      How (Bagaimana)
         Air limbah dari kegiatan ruang laundry, ruang laboratorium dan air limbah kegiatan pengepelan lantai banyak mengandung zat desinfektan/detergent langsung di salurkan ke IPAL tanpa adanya  pengolahan pendahuluan ( Pre treatment ), yang mengakibatkan beban IPAL terlalu berat sehingga hasil operasional IPAL kurang sempurna yaitu kadar phospat (PO4) dan Amoniak (NH3) pada pengolahan akhir (outlet) air limbah tinggi serta operasional IPAL yang kurang maksimal yang seharusnya 24 jam baru terlaksana 12 jam per hari sehingga  mengakibatkan  BOD5 tinggi.
3.2.3.  Penyebab Masalah
          Kadar  Amoniak (NH3), Posfat (PO4),  dan BOD5 sering tinggi pada pemeriksaan akhir pengolahan (outlet) air limbah RSUD Gunung Jati Kota Cirebon di karenakan sebagai berikut:
1.      Man (Petugas)
        Kurangnya tenaga lapangan dalam pengolahan IPAL , sehingga yang seharusnya pengolahan IPAL 24 jam, baru bisa dilaksanakan 12 jam per hari, pengangkatan lemak pada  bak penangkap lemak di ruang
dapur  sering  menumpuk,  yang  seharusnya  setiap 3 bulan sekali diangkat dan petugas pengepelan lantai harus membuang air limbah bekas pengepelan pada tempat penampungan khusus yaitu pada bak pengolahan pendahuluan ( Pre treatment ).
          Tenaga pengelolaan air limbah  terdiri dari satu orang tenaga penanggung jawab dan satu orang tenaga lapangan air limbah, tenaga lapangan air limbah yang ada kerjanya merangkap dengan tugas lain yaitu melaksanakan sterilisasi ruangan sehingga kerjanya kurang optimal.
          Adapun tugas pokok dari penanggung jawab pengelolaan air limbah sebagi berikut :
a.       Membuat rencana kegiatan pengelolaan air limbah
b.      Melaksanakan rencana kebutuhan kegiatan pengelolaan air limbah
c.       Melaksanakan pengukuran debit, pH, dan suhu air limbah.
d.      Melakukan pengawasan sarana dan prasarana pengelolaan air limbah ( Septiktank, saluran, bak control, bak handget, bak communitor, sumur submersible, bak aerasi, bak outlet, bak flokulasi, kolam ikan dan kondisi mesin IPAL ).
e.       Membuat laporan bulanan, triwulan dan tahunan
f.       Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan seluruh staf di Instalasi Sanitasi.
g.      Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Instalasi Sanitasi Lingkungan.
          Sedangkan tugas pokok dari petugas lapangan air limbah adalah sebagai berikut :
a.       Melaksanakan  pemeriksaan lapangan terhadap sumber air limbah dan saluran pembuangan air limbah
b.      Melaksanakan  pengawasan dan pemeliharaan:
1)     Septiktank
2)     Bak Kontrol
3)     Jaringan Instalasi Air Limbah
4)     Bak Handgate
5)     Bak Communitor
6)     Bak Summersible
7)     Bak Aerasi
8)     Bak Klorin
9)     Kolam Ikan
10) Bak Penangkap lemak
c.       Melaksanakan kegiatan pemeliharaan kebersihan lapangan IPAL, Ruang panel, konstruksi bak – bak yang ada di IPAL
d.      Mengoperasikan panel listrik, pompa summersible, communitor, dosing pump dan blower
e.       Melaksanakan kegiatan pengurasan dan pembersihan
1)      Bak Kontrol
2)      Bak – bak di IPAL
3)      Bak Penangkap Lemak
f.       Melaporkan kegiatan harian
g.      Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Instalasi Sanitasi antara lain sterilisasi ruangan.
2.      Material (sarana)
          Air limbah hasil buangan dari aktifitas ruang laundry, ruang laboratorium dan air limbah dari hasil  kegiatan pengepelan lantai  langsung disalurkan ke IPAL, karena belum adanya sarana bak pengolahan pendahuluan ( Pre treatment ) air limbah di ruang laundry, ruang laboratorium, dan air limbah dari kegiatan pengepelan lantai. Belum tersedianya bak pengolahan pendahuluan ( Pre treatment ) karena keterbatasan anggaran yang ada di rumah sakit, anggaran biaya pengolahan air limbah tahun 2010 hanya mampu untuk operasional kegiatan rutin dan untuk biaya  pergantian mesin blower yang rusak, perbaikan panel control dan pergantian nozel aerasi, sedangkan untuk pembuatan bak pengolahan pendahuluan ( Pre treatment )  untuk ruang laundry, ruang laboratorium belum terealisasi menunggu anggaran tahun berikutnya.
3.       Money (Pendanaan)
        Terbatasnya anggaran untuk operasional IPAL, anggaran operasional rumah sakit hanya mengutamakan untuk kebutuhan operasional yang bersifat rutin, sedangkan dana untuk kebutuhan pengadaan dan perbaikan yang biayanya cukup besar dalam realisasinya  sulit  terpenuhi.   Rencana  biaya  rutin  untuk operasional
pengolahan air limbah dalam satu tahun Rp. 62.650.000,00  pada tahun 2010 kemarin biaya operasional kegiatan rutin hanya terealisasi Rp. 49.600.000,00 untuk biaya pengadaan dua buah blower untuk mengganti blower yang rusak sebesar Rp. 60.000.000,00 dan untuk penggantian nozel aerasi sebanyak 48 buah ( Rp.3.600.000,00 ). Sedangkan  rencana kebutuhan rutin/pengadaan lainnya  yang belum terpenuhi diantaranya: pemeriksaan kualitas air limbah yang seharusnya dalam satu tahun ada 20 sampel ( Rp. 6.000.000,00 )  hanya terlaksana   15 sampel ( Rp. 4.500.000,00 ), pengadaan APD   ( Rp. 1.050.000,00 ) anggaran  tahun 2010 belum terealisasi,  pemasangan alat pengukur debit  air  limbah    ( Rp. 4.000.000,00 ) belum terpenuhi, dan pembuatan bak pengolahan pendahuluan untuk ruang laundry, laboratorium, dan kamar OK ( Rp. 180.000.000,00 ) juga belum terealisasi.
4.      Methode (Metoda)
        Air limbah hasil buangan dari aktifitas ruang laundry, ruang laboratorium dan air limbah dari kegiatan pengepelan lantai yang banyak mengandung zat desinfektan/detergent harus dilakukan tindakan pendahulun  (pre treatment) sehingga beban IPAL tidak tertalu berat. Dengan cara pembuatan pada bak pre treatment dengan  pemberian/pembubuhan kapur kohor atau karbon aktif, ataupun dengan pemasangan mesin presure filter, sedangkan  untuk ruang dapur  yang  air  limbahnya  banyak   mengandung,  minyak dan lemak harus dibuat   bak    penangkap    lemak    (greas trep)     yang     pengurasan/pengangkatan lemaknya harus rutin setiap tiga bulan sekali, yang selanjutnya dikeringkan dan setelah kering dibakar di mesin incinerator.
5.      Machine (Mesin)
        Kurangnya waktu operasional mesin IPAL yang seharusnya 24 jam baru bisa dilaksanakan 12 jam per hari, belum adanya mesin pressure filter untuk pengolahan pendahuluan pada ruang laundry dan ruang laboratorium, dan pemeliharaan mesin IPAL yang kurang rutin sehingga kerja mesin kurang maksimal.
6.      Market (Pasar)
        Kurangnya dukungan dari Direksi untuk penanganan operasional pengelolaan air limbah rumah sakit. Kurangnya promosi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan dan Kantor Lingkungan Hidup tentang  pengolahan air limbah yang ramah lingkungan .
3.3     Alternatif Pemecahan Masalah
          Dengan teridentifikasinya beberapa masalah potensial yang ada pada pengelolaan air limbah di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon, maka penulis berpendapat bahwa proses pemecahan masalah yang harus dilakukan dalam mengatasi masalah kadar  Amoniak (NH3), Posfat (PO4),  dan BOD5  yang sering tinggi pada pemeriksaan akhir pengolahan (outlet) air limbah di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon, maka langkah-langkah kegiatan yang harus dilaksanakan adalah sebagai berikut:
3.3.1   Man (Kinerja Petugas)
           Harus adanya penambahan petugas lapangan, yaitu tiga orang untuk opoerasional mesin IPAL, untuk petugas pagi, petugas operasional sore dan malam, dan satu orang lagi untuk petugas kebersihan dan pemeliharaan sarana pengolahan air limbah.
           Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan petugas lapangan dengan mengikuti pendidikan dan pelatihan mengenai pengelolaan limbah layanan rumah sakit baik di dalam lingkungan rumah sakit maupun di luar RSUD Gunung Jati Kota Cirebon.
           Adanya kedisiplinan petugas lapangan untuk menguras/mengangkat lemak hasil kegiatan dapur secara rutin  tiga bulan sekali, yang selanjutnya dikeringkan dan setelah kering dibakar pada mesin incinerator. Petugas pengepelan lantai harus membuang sisa air limbah dari pengepelan lantai tersebut pada bak penampungan untuk diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke IPAL, jangan memindahkan petugas operasional IPAL sebelum penggantinya betul-betul terlatih dalam mengoperasikan mesin-mesin  IPAL. Untuk meningkatkan kedisiplinan dan kinerja petugas  dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari, harus dibarengi dengan meningkatkan  kesejahteraan petugas lapangan air limbah.
3.3.2  Material (Sarana)
          Melengkapi sarana dan prasarana pengelolaan air limbah dengan pembuatan bak pengolahan pendahuluan  (pre treatment) di ruang laundry dan laboratorium atau  pemasangan  mesin pressure  filter, pembuatan  bak  penampungan  untuk air limbah dari kegiatan pengepelan lantai, sehingga air limbah dari ruang laundry, ruang laboratorium dan air limbah dari kegiatan pengepelan lantai tidak langsung dialirkan ke IPAL, beban IPAL menjadi ringan dan diharapkan kualitas air limbah pada pengolahan akhir (outlet) sesuai dengan baku mutu yang diperbolehkan.
3.3.3   Money (Pendanaan)
           Pendanaan kegiatan operasional IPAL, harus direncanakan sesuai dengan kebutuhan kegiatan sehari-hari, rencana anggaran untuk operasional kegiatan rutin IPAL dalam satu tahun Rp. 62.650.000,00 harus terealisasi, ditambah rencana anggaran untuk  kegiatan pemeliharaan sarana dan prasarana, kebutuhan perbaikan mesin yang rusak dan untuk pengembangan IPAL ke depan di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon, harus benar-benar jelas dianggarkan melaui anggaran jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.
3.3.4   Method (Metoda)
           Air limbah hasil buangan dari aktifitas ruang laundry, ruang laboratorium, dan air limbah dari kegiatan pengepelan lantai yang banyak mengandung zat desinfektan harus dilakukan tindakan pendahuluan (pre treatment), dengan pembuatan bak pre treatment dengan  pembubuhan kapur kohor atau karbon aktif, ataupun dengan pemasangan mesin presure filter, sedangkan untuk ruang dapur untuk pengangkatan lemak harus dilaksanakan secara rutin tiap 3 bulan sekali dan untuk air limbah dari semua kegiatan pengepelan lantai ruangan dan salasar  harus dikumpulkan dalam suatu tempat penampungan khusus untuk dilakukan tindakan pengolahan pendahuluan (pre treatment) sebelum di alirkan ke IPAL.
3.3.5  Machine
          Pengoptimalan operasional IPAL harus dilaksanakan selama 24 jam dan harus sesuai dengan prosedur operasional. Pemeliharaan mesin harus secara rutin setiap satu bulan sekali jangan menunggu mesin rusak, agar kerja mesin IPAL dapat berjalan dengan optimal. Untuk air limbah dari kegiatan ruang laundry, ruang laboratorium dan air limbah dari kegiatan pengepelan lantai bila tidak dibuat bak pengolahan pendahuluan (pre treatment) maka sebaiknya dipasang menggunakan mesin pressure filter untuk menyaring kadar  Amoniak (NH3) dan Posfat (PO4) agar apabila dilakukan pemeriksaan kualitas air limbah kadar  Amoniak (NH3) dan Posfat (PO4) akan turun, sesuai dengan baku mutu yang diperbolehkan.
3.3.6  Market
          Adanya dukungan dari Direksi, Institusi terkait misalnya Kantor Lingkungan Hidup dan Dinas Kesehatan dalam mempromosikan pengolahan air limbah. Pengawasan dan pembinaan terhadap pengelolaan air limbah yang sesuai dengan prosedur sehingga hasil akhir dari pengolahan air limbah tidak mencemari badan air penerima.

BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

4.1     Simpulan
          Pengolahan air limbah di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon dengan menggunkan sistem tertutup melalui perpipaan, air limbah yang dihasilkan dari bangunan lama dengan menggunakan septiktank yang dialirkan ke bak kontrol, selanjutnya dialirkan ke IPAL, sedangkan untuk bangunan baru ada yang langsung dialirkan ke IPAL dengan melalui bak kontrol dan ada yang melalui septiktank terlebih dahulu sebelum dialirkan ke IPAL.
          Hasil pemeriksan sampel air limbah pada bulan Maret 2011 diketahui bahwa kadar  Amoniak (NH3), Posfat (PO4),  dan BOD5 pada akhir pengolahan (outlet) air limbah belum memenuhi baku mutu yang mengacu kepada Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 58 tahun 1995, tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit.
          Dampak dari Air limbah rumah sakit dapat menimbulkan paparan /dampak  terhadap lingkungan dan masyarakat yang mempunyai resiko dari hasil yang ditimbulkan serta usaha mengatasinya. Sebagai upaya untuk menangani dampak yang mungkin ditimbulkan dari air limbah, Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati Kota Cirebon melakukan suatu upaya pengelolaan air limbah dengan baik dan benar serta pelaksanaan secara berkesinambungan  demi terciptanya kondisi lingkungan rumah sakit yang sehat, bersih dan nyaman sesuai dengan ketentuan SK Menkes No. 1204 tahun 2004.

4.2     Saran
           Dalam pengelolaan air limbah di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon, maka penulis memberikan saran untuk mengatasi masalah kadar  Amoniak (NH3), Posfat (PO4),  dan BOD5  yang sering tinggi pada pemeriksaan akhir pengolahan (outlet) air limbah di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon, sebagai berikut :
4.2.1  Man ( Kinerja Petugas )
          Harus adanya penambahan petugas lapangan air limbah sebanyak tiga orang serta dibarengi dengan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan petugas lapangan dengan mengikuti pendidikan dan pelatihan mengenai pengelolaan limbah layanan rumah sakit baik di dalam lingkungan rumah sakit maupun di luar RSUD Gunung Jati Kota Cirebon dan jangan memindahkan petugas operasional IPAL sebelum penggantinya betul-betul terlatih dalam mengoperasikan mesin-mesin  IPAL.
4.2.2  Material (Sarana)
          Disarankan untuk melengkapi sarana dan prasarana pengelolaan air limbah dengan pembuatan bak pengolahan pendahuluan  (pre treatment) di ruang laundry dan laboratorium atau  pemasangan  mesin pressure  filter, pembuatan  bak  penampungan  untuk air limbah dari kegiatan pengepelan lantai untuk diolah terlebih dahulu sebelum dialirkan ke IPAL agar beban IPAL menjadi ringan dan diharapkan kualitas air limbah pada pengolahan akhir (outlet) sesuai dengan baku mutu yang diperbolehkan.
4.2.3   Money (Pendanaan)
           Disarankan adanya dana operasional IPAL yang direncanakan sesuai dengan kebutuhan kegiatan sehari-hari, rencana anggaran untuk  kegiatan pemeliharaan sarana dan prasarana, kebutuhan perbaikan mesin yang rusak dan untuk pengembangan IPAL ke depan di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon, harus benar-benar jelas dianggarkan melaui anggaran jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang ( terlampir ).
3.3.4   Method (Metoda)
           Air limbah hasil buangan dari aktifitas ruang laundry, ruang laboratorium, dan air limbah dari kegiatan pengepelan lantai yang banyak mengandung zat desinfektan disarankan agar dilakukan tindakan pendahuluan (pre treatment), dengan pembuatan bak pre treatment dengan  pembubuhan kapur kohor atau karbon  aktif, ataupun  dengan  pemasangan mesin presure filter, sedangkan untuk ruang dapur untuk pengangkatan lemak harus dilaksanakan secara rutin tiap tiga bulan sekali.
4.2.5  Machine
          Disarankan pengoptimalan operasional IPAL harus dilaksanakan selama 24 jam dan harus sesuai dengan prosedur operasional. Pemeliharaan mesin harus secara rutin setiap satu bulan sekali, agar kerja mesin IPAL dapat berjalan dengan optimal. Untuk air limbah ruang laundry, ruang laboratorium dan air limbah dari kegiatan pengepelan lantai bila tidak dibuat bak pengolahan pendahuluan (pre treatment) maka disarankan menggunakan mesin pressure filter.
4.2.6  Market
          Adanya dukungan dari Direksi, Institusi terkait misalnya Kantor Lingkungan Hidup dan Dinas Kesehatan dalam mempromosikan pengolahan air limbah. Pengawasan dan pembinaan terhadap pengelolaan air limbah yang sesuai dengan prosedur.

Senin, 21 Desember 2015


LIMBAH  BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN ( B3 )
DI RUMAH SAKIT
 



   MOH ARIFIN, SKM
SANITARIAN RSUD GUNUNG JATI KOTA CIREBON

   Dalam memberikan  pelayanan kesehatan kepada masyarakat, rumah sakit secara langsung maupun tidak langsung menghasilkan  suatu limbah. Limbah rumah sakit  adalah buangan hasil proses yang berbentuk padat, cair dan gas dimana sebagian limbah tersebut merupakan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun atau disingkat B3.
Di dalam pengelolaan limbah B3, terdapat beberapa faktor risiko dan bahaya terhadap keselamatan petugas. Untuk itu, perlu diantisipasi pengendalian faktor risiko dan bahayanya. Manajemen risiko kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit adalah suatu pendekatan terstruktur/metodologi dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman terhadap kesehatan dan keselamatan petugas di rumah sakit akibat limbah B3 tersebut.
Jenis limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit  terdiri dari limbah padat domestik, limbah B3 dan limbah cair. Limbah B3 di rumah sakit  terdiri dari limbah B3 medis dan limbah B3 non medis dengan karekteristik padat, cair, dan gas. Limbah-limbah tersebut terdiri dari limbah yang infeksius, non-infeksius dan radioaktif harus diolah menurut peraturan yang berlaku. Limbah B3 rumah sakit harus ada tempat penyimpanan sementara di untuk kemudian dikirim untuk pengolahan akhir ke instansi/lembaga pengolahan limbah pihak ke 3  yang telah memiliki ijin pengolahan dari Kementerian Lingkungan Hidup. Operasional tempat penyimpanan sementara limbah B3 di rumah sakit  harus mendapatkan ijin dari institusi yang berwenang mengelola lingkungan hidup di daerah setempat.
Pengelolaan limbah B3 merupakan suatu rangkaian kegiatan yang mencakup seluruh kegiatan yang dimulai dari sumber penghasil limbah B3 dari ruangan hingga proses penanganan akhir limbah B3 di rumah sakit. Kegiatan pengelolaan limbah B3 di rumah sakit  tersebut perlu dilakukan pengawasan atau monitoring ,juga harus dikendalikan dengan dokumentasi yang pada akhirnya dapat dilakukan evaluasi secara berkelanjutan.

1.      Pengertian
a.       Limbah adalah bahan sisa suatu kegiatan dan atau proses produksi (menurut PP No 12 tahun 1995).
b.      Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas (Kepmenkes RI nomor: 1204/MENKES/ SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit).
c.       Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/ atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup manusia, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain
d.      Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun
e.       Pengelolaan Limbah B3  adalah  kegiatan yang meliputi   pengurangan,  penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan,  pengolahan  dan/atau penimbunan limbah B3.

2.      Dasar Hukum
a.       UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
b.      Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan
c.       Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3
d.      Permen LH No.18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah B3;
e.       Keputusan Kepala BAPEDAL No.: Kep-01/BAPEDAL/09/1995 Tata Cara Dan Persyaratan Teknis Penyimpanan Dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun
f.       Keputusan Kepala BAPEDAL No.: Kep-03/BAPEDAL/09/1995 Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3
g.      Keputusan Kepala BAPEDAL No.: Kep-04/BAPEDAL/09/1995 Tata-cara & Persyaratan Penimbunan HasilPengolahan, Persyaratan lokasi bekas Pengolahan & Penimbunan limbah B3
h.      Permen LH No. 14 Tahun 2013 Simbol dan Label Limbah B3
i.        Terkait dengan Kesehatan:
j.        UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
k.      UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
l.        KEPMENKES RI No. 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

3.      Identifikasi Limbah B3
Dalam pengelolaan limbah B3, identifikasi dan karakteristik limbah B3 adalah hal yang penting dan mendasar. Hal ini dikarenakan prinsip pengelolaan limbah B3 yaitu from cradle to grave atau pencegahan pencemaran yang dilakukan dari sejak dihasilkannya limbah B3 sampai dengan ditimbun / dikubur (dihasilkan, dikemas, digudangkan / penyimpanan, ditransportasikan, didaur ulang, diolah, dan ditimbun / dikubur). Pada setiap fase pengelolaan limbah tersebut ditetapkan upaya pencegahan pencemaran terhadap lingkungan dan setiap usaha pengelolaannya harus dilakukan sesuai dengan karakteristik limbah B3 tersebut.

       Identifikasi limbah B3 rumah sakit  bertujuan untuk :
a.       Mengklasifikasikan atau menggolongkan apakah limbah tersebut merupakan limbah B3 atau bukan.
b.      Menentukan sifat limbah tersebut agar dapat ditentukan metode penanganan, penyimpanan, pengolahan, pemanfaatan atau penimbunan.
c.       Menilai atau menganalisis potensi dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan, atau kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya

      Distribusi B3
No
Jenis Limbah B3
Sumber
Karakteristik
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Smpah medis
Sampah medis tajam
Botol infus
Oli bekas
Baterai bekas
Accu bekas
Lampu TL
Obat kadaluarsa
Slude IPAL
Fixer
Reagen kadaluarsa

Pelayanan medis
Pelayanan medis
Pelayanan medis
Maintenence
Seluruh unit kerja
Maintenence
Maintenence
Farmasi
IPAL
Radiologi
Laboratorium

Infeksius
Infeksius
Infeksius
Mudah terbakar
Beracun
Beracun
Beracun
Beracun
Beracun
Beracun
Beracun, ritatif





          Sumber dan jenis B3
No
Kegiatan
Produksi Limbah
1

2


3

4

5
6
7
Perawatan

OK


Poliklinik

Farmasi

Radiologi
Laundry
Laboratorium
Jarum suntik, infus, kassa, kateter, masker, sarung tangan, ampul, pembalut wanita, gass dll
Jarum suntik, infus, kassa, kateter, masker, sarung tangan, ampul, pembalut wanita, gass, pisau bedah, jaringan tubuh, kantong darah dll
Jarum suntik, infus, kassa, kateter, masker, sarung tangan, ampul, dll
Dos, botol obat, bungkus obat, obat kadaluarsa, sisa obat pasien dll
Catrige film, Film, sarung tangan dll
Linen bekas dll.
Alat suntik, pot sputum, pot urine, reagen , preparat dll


Apabila tidak termasuk dalam jenis limbah B3 seperti lampiran tersebut, maka harus diperiksa apakah limbah tersebut memiliki karakteristik yang sesuai dengan PermenLH nomor 14 tahun 2013 tentang Simbol dan Label Limbah B3, yaitu:
a.       Mudah meledak
Yaitu limbah yang pada suhu dan tekanan standar (25oC, 760 mmHg) dapat meledak, atau melalui reaksi kimia dan/atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan sekitarnya.
b.       Mudah menyala
Yaitu limbah yang memiliki salah satu atau lebih sifat-sifat berikut:
1)      Limbah berupa cairan yang mengandung alkohol kurang dari 24% volume dan/atau pada titik nyala tidak lebih dari 60oC (140oF) akan menyala apabila terjadi kontak dengan api, percikan api atau sumber nyala lain pada tekanan udara 760 mmHg. Pengujian sifat mudah menyala untuk limbah bersifat cair dilakukan menggunakan Seta Closed Tester, Pensky Martens Closed Cup, atau metode lain yang setara dan termutakhir.
2)      Limbah berupa padatan, yang pada temperatur dan tekanan standar (25oC, 760 mmHg) mudah menyala melalui gesekan, penyerapan uap air atau perubahan kimia secara spontan dan apabila menyala dapat menyebabkan nyala terus menerus. Sifat ini dapat diketahui secara langsung tanpa harus melalui pengujian di laboratorium.
 3).  Reaktif yaitu limbah yang memiliki salah satu atau lebih sifat-sifat berikut :
a)      Limbah yang pada keadaan normal tidak stabil dan dapat menyebabkan perubahan tanpa peledakan. Limbah ini secara visual menunjukkan adanya gelembung gas, asap, perubahan warna dan lain-lain;
b)      Limbah yang apabila bercampur dengan air berpotensi menimbulkan ledakan, menghasilkan gas, uap atau asap. Sifat ini dapat diketahui secara langsung tanpa melalui pengujian di laboratorium; dan/atau
c)      Merupakan limbah sianida, sulfida yang pada kondisi pH antara 2 dan 12,5 dapat menghasilkan gas, uap atau asap beracun. Sifat ini dapat diketahui melalui pengujian limbah yang dilakukan secara kualitatif
 4).  Beracun (toxic)
Yaitu limbah yang memiliki karakteristik beracun berdasarkan uji penentuan karakteristik beracun melalui prosedur pelindian (toxicity characteristic leaching procedure), uji LD50, dan uji sub-kronis
 5).  Infeksius
Yaitu limbah medis mengandung mikroorganisme patogen (bakteri, virus, parasit atau jamur) dalam konsentrasi atau jumlah yang cukup untuk menyebabkan penyakit pada penjamu yang rentan. Kategori ini meliputi kapas, kassa/perban, sarung tangan, masker, limbah laboratorium (kultur infeksius), selang infus, spuit, limbah yang berasal dari perawatan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif).
6).  Korosif Yaitu limbah yang memiliki salah satu atau lebih sifat-sifat berikut:
a)      Limbah dengan pH sama atau kurang dari 2 untuk limbah bersifat asam dan sama atau lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa. Sifat korosif dari limbah padat dilakukan dengan mencampurkan limbah dengan air sesuai dengan metode yang berlaku dan jika limbah dengan pH ≤ 2 untuk limbah bersifat asam dan pH ≥ 12,5 untuk yang bersifat basa; dan/atau
b)      Limbah yang menyebabkan tingkat iritasi yang ditandai dengan adanya eritema (kemerahan) dan edema (pembengkakan). Sifat ini dapat diketahui dengan melakukan pengujian pada hewan uji mencit dengan menggunakan metode yang berlaku

4.      Pemberian Simbul B3
Simbol limbah B3 berbentuk bujur sangkar diputar 450 (empat puluh lima derajat) sehingga membentuk bidang belah ketupat. Pada keempat sisi belah ketupat tersebut dibuat garis sejajar yang menyambung sehingga membentuk bidang belah ketupat dalam ukuran 95% dari ukuran belah ketupat luar. Warna garis yang membentuk belah ketupat dalam sama dengan warna gambar simbol limbah B3.
Pada bagian bawah simbol limbah B3 terdapat blok segilima dengan bagian atas mendatar dan sudut lancip berhimpit dengan bagian atas mendatar dan sudut lancip berhimpit dengan garis sudut bawah belah ketupat bagian dalam.
Pemberian simbol limbah B3berdasarkan karakteristik limbah B3 dan dilakukan pada :
a.       Wadah dan atau kemasan limbah B3
b.      Tempat penyimpanan limbah B3
c.       Alat angkut limbah B3

Tata cara pemberian simbol limbah B3 pada kemasan dan atau wadah yaitu :
a.       Apabila limbah B3 memiliki 1 (satu) karakteristik, maka harus diberikan simbol limbah b3 sesuai karakteristik limbah B3 yang dikemas.
b.      Apabila limbah B3 memiliki lebih dari 1 (satu) karakteristik, maka harus diberikan symbol limbah B3 dengan masing-masing karakteristik  yang dominan. Karakteristik dominan adalah karakteristik yang terlebih dahulu harus ditangani dalam keadaan darurat seperti kecelakaan.
c.       Apabila limbah B3 tidak memiliki karakteristik seperti dalam identifikasi limbah B3, maka harus diberikan simbol limbah B3 berbahaya terhadap lingkungan.
d.      Dilekatkan pada sisi-sisi kemasan yang tidak terhalangi oleh kemasan lain dan mudah dilihat.
e.       Symbol limbah B3 tidak boleh terlepas dan diganti dengan symbol limbah B3 lain sebelum kemasan dikosongkan dan dibersihkan dari sisa limbah B3.
Simbol Limbah B3





No
Sifat atau karakteristik limbah B3
Simbol
1
Mudah meledak (Explosive)
Simbol Limbah B3 untuk Limbah B3 Mudah Meledak.
Warna dasar bahan jingga atau oranye, memuat gambar berupa suatu materi  Limbah yang mudah meledak berwarna hitam terletak di bawah sudut atas garis ketupat bagian dalam. Pada bagian tengah terdapat tulisan MUDAH MELEDAK berwarna hitam yang diapit oleh 2 (dua) garis sejajar berwarna hitam sehingga membentuk 2 (dua) bangun segitiga sama kaki pada bagian dalam belah ketupat. Blok segilima berwarna merah.

2
Mudah menyala (flammable)
Cairan
Simbol Limbah B3 untuk Limbah B3 berupa cairan mudah menyala.
Bahan dasar berwarna merah, memuat gambar berupa lidah api berwarna putih yang menyala pada suatu permukaan berwarna putih terletak di bawah sudut atas garis ketupat bagian dalam. Pada bagian tengah terdapat tulisan CAIRAN dan dan di bawahnya terdapat tulisan MUDAH MENYALA berwarna putih. Blok segilima berwarna putih.


Padatan
Simbol Limbah B3 untuk Limbah B3 berupa padatan mudah menyala.
Dasar Simbol Limbah B3 terdiri dari warna merah dan putih yang berjajar vertical berselingan, memuat gambar berupa lidah api berwarna hitam yang menyala pada suatu bidang berwarna hitam. Pada bagian tengah terdapat tulisan PADATAN dan di bawahnya terdapat tulisan MUDAH MENYALA berwarna hitam. Blok segilima berwarna kebalikan dari warna dasar Simbol Limbah B3.

3


Reaktif
Bahan dasar berwarna kuning, memuat gambar berupa lingkaran hitam dengan asap berwarna hitam mengarah ke atas yang terletak pada suatu permukaan garis berwarna hitam. Di sebelah bawah gambar terdapat tulisan REAKTIF berwarna hitam. Blok segilima berwarna merah.

4
Beracun
Bahan dasar berwarna putih, memuat gambar berupa tengkorak manusia dengan tulang bersilang berwarna putih dengan garis tepi berwarna hitam. Pada sebelah bawah gambar simbol terdapat tulisan BERACUN berwarna hitam, serta blok segilima berwarna merah.


5
Infeksius
Warna dasar bahan adalah putih dengan garis pembentuk belah ketupat bagian dalam berwarna hitam, memuat gambar infeksius berwarna hitam terletak di sebelah bawah sudut atas garis belah ketupat bagian dalam. Pada bagian tengah terdapat tulisan INFEKSIUS berwarna hitam, dan di bawahnya terdapat blok segilima berwarna merah.

6
Korosif (corrosive)
Belah ketupat terbagi pada garis horisontal menjadi dua bidang segitiga. Pada bagian atas yang berwarna putih terdapat 2 (dua) gambar, yaitu di sebelah kiri adalah gambar tetesan limbah korosif yang merusak pelat bahan berwarna hitam, dan di sebelah kanan adalah gambar telapak tangan kanan yang terkena tetesan Limbah B3 korosif. Pada bagian bawah, bidang segitiga berwarna hitam, terdapat tulisan KOROSIF berwarna putih, serta blok segilima berwarna merah.


7
Berbahaya terhadap perairan
Warna dasar bahan adalah putih dengan garis pembentuk belah ketupat bagian dalam berwarna hitam, memuat gambar berupa pohon berwarna hitam, gambar ikan berwarna putih, dan gambar tumpahan Limbah B3 berwarna hitam yang terletak di sebelah garis belah ketupat bagian dalam. Pada bagian tengah bawah terdapat tulisan BERBAHAYA TERHADAP dan di bawahnya terdapat tulisan LINGKUNGAN berwarna hitam, serta blok segilima berwarna merah.
Berbahaya bagi lingkungan
Apabila limbah B3 tidak memiliki karakteristik seperti dalam identifikasi limbah B3, maka harus diberikan simbol limbah B3 berbahaya terhadap lingkungan.

8
Radioaktif
Bentuk seperti gambar di samping (Gambar berupa baling-baling tiga daun berwarna merah pada petak dasar berwarna kuning.
Perbandingan jari-jari kelengkungan = 1 : 1,5 : 5.

(Peraturan Kepala BAPETEN Nomor 17 Tahun 2012 tentang Keselamatan Radiasi Dalam Kedokteran Nuklir)
Simbol radiasi model lama
Simbol radiasi model baru


5.      Pengangkutan Limbah B3
a.       Mengangkut limbah harus menggunakan Troli khusus
b.      Troli harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup
c.       Tidak boleh ada yang tercecer
d.      Troli Mudah dibongkar muat
e.       Tidak ada tepi tajam yg dpt merusak kantong limbah
f.       Didesinfeksi setiap hari
g.      Sebaiknya ada lift khusus pengangkut limbah (jika ada) atau pakai jalur khusus.
h.      Gunakan alat pelindung diri

6.      Transportasi Limbah B3
Limbah B3 harus ditangani dengan perlakuan khusus mengingat bahaya dan resiko yang mungkin ditimbulkan apabila limbah ini menyebar ke lingkungan. Hal tersebut termasuk proses pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya. Mengenai pengangkutan limbah B3 harus dilakukan sesuai dengan karakteristik limbah yang diangkut. Ada beberapa ketetapan pemerintah yang mengatur mengenai pengangkutan limbah B3. Peraturan tersebut difungsikan untuk membatasi penyalahgunaan pengangkutan limbah B3, diantaranya : PerMenLH 18/2009 pasal 4 ayat 2  yaitu : “ Pengangkutan Limbah B3, hanya boleh dilakukan bila sudah ada kontrak kerjasama antara Penghasil dengan Pengumpul / Pengolah / Pemanfaat ”.PerMenLH 18/2009 Lampiran 1 “ Kepemilikan Armada Transportasi Limbah B3 harus atas nama perusahaan jasa pengelolaan limbah B3 yang dibuktikan dengan STNK ”. Peraturan Pemerintah No. 19 /1994 Pasal 15 “ Pengangkut limbah B3 wajib memiliki dokumen limbah B3 untuk setiap kalimengangkut limbah B3 ”. PerMenLH 18/2009 pasal 4 ayat 2 “ Pengangkutan Limbah B3, hanya boleh dilakukan bila sudah ada kontrak kerjasama antara Penghasil dengan Pengumpul / Pengolah /  Pemanfaat ”.PerMenLH 18/2009 Lampiran 1 “ Kepemilikan Armada Transportasi Limbah B3 harus atas nama perusahaan jasa pengelolaan limbah B3 yang dibuktikan dengan STNK ”. Peraturan Pemerintah No. 19 /1994Pasal15“ Pengangkut limbah B3 wajib memiliki dokumen limbah B3 untuk setiap kalimengangkut limbah B3 ”.

7.      TPS B3 Rumah Sakit
Penyimpanan  Limbah  B3  adalah  kegiatan  menyimpan Limbah  B3  yang  dilakukan  oleh  Penghasil  Limbah  B3 dengan maksud menyimpan sementara Limbah B3 yang dihasilkannya
a.       TPS B3 harus memiliki ijin
b.      TPS B3 dilengkapi antara lain:
1)      Ketersediaan kotak P3K
2)      Safety shower
3)      Catatan volume  limbah B3
4)      SOP/ SPO
5)      Peralatan dan sistem pengamanan kebakaran/APAR
6)      Perlengkapan cuci tangan
7)      Timbangan
8)      Bangunan dilengkapi simbol dan titik koordinat

8.      Spill Kit untuk Penangnan Tumpahan B3
a.       Spill kit untuk penanganan limbah sitotoksik/sitostatika (Cytotoxic)
1)      Gaun pelindung  (1 buah)    
2)      Gloves (2 pasang) 
3)      Masker penutup wajah (face shields) dan kacamata pelindung (googles) (@1 buah) 
4)      Sepatu pelindung (rubber shoe cover protective) atau sepatu boot  
5)      Air bersih (1 botol) 
6)      Kantong plastik warna ungu (2 buah)
7)      Sekop dan pengikis (1 buah)
8)      Wadah limbah benda tajam (1buah)
9)      Tissue kertas absorben atau bahan katun bekas (minimal 3 potong)
10)  Larutan deterjen
11)  Tanda bahaya dan isolasi (yellow tape)untuk mengkarantina daerah berbahaya (dengan spill sock dan spill pillows)

b.      Spill kit untuk penanganan limbah infeksius (Infectious)
1)      Gaun pelindung  (1 buah)
2)      Gloves (2 pasang)
3)      Masker penutup wajah (face shields) dan mata (googles) (@1 buah)
4)      Sepatu pelindung (rubber shoe cover protective) atau sepatu boot
5)      Air bersih (1 botol)
6)      Disinfektan cair ( 1 botol ) 
7)      Kantong plastik kuning (2 buah)
8)      Sekop dan pengikis (1 buah)
9)      Wadah limbah benda tajam (1 buah) 
10)  Tissue kertas absorben  atau bahan katun bekas (minimal 3 potong)
11)  Larutan deterjen
12)  Tanda bahaya dan isolasi (yellow tape)untuk mengkarantina daerah berbahaya (dengan spill sock dan spill pillows)

c.       Spill kit untuk penanganan limbah radioaktif
1)      Detector radiasi (Survey meter) 
2)      Gaun pelindung (2 buah)
3)      Gloves (4 pasang)
4)      Masker penutup wajah (face shields) dan mata (googles) (@2 buah)
5)      Sepatu pelindung (rubber shoe cover protective) atau sepatu boot
6)      Radiac wash  
7)      Air bersih (1 botol)
8)      Kantong plastik merah (2 buah)
9)      Wadah ”radioactive waste bin”  
10)  Sekop dan pengikis (1 buah)
11)  Tissue kertas absorben lembab  atau bahan katun bekas lembab (minimal 3 potong)
12)  Larutan deterjen
13)  Tanda bahaya radioaktif  dan isolasi (yellow tape)untuk mengkarantina daerah berbahaya (dengan spill sock dan spill pillows)

d.      Spill kit untuk penanganan limbah kimia
1)      Gaun pelindung  (1 buah)
2)      Gloves (2 pasang)
3)      Masker penutup wajah (face shield) dan kacamata pelindung (googles) (@1 buah)
4)      Sepatu pelindung (rubber shoe cover protective) atau sepatu boot
5)      Air bersih (1 botol)
6)      Disinfektan cair ( 1 botol )
7)      Kantong plastik (2 buah)
8)      Sekop dan pengikis (1 buah)
9)      Tissue kertas absorben atau bahan katun bekas (minimal 3 potong)
10)  Larutan deterjen
11)  Tanda bahaya dan isolasi (yellow tape) untuk mengkarantina daerah berbahaya (dengan spill sock dan spill pillows)

9.      Penangnan Tumpahan Limbah B3
a.      Prosedur Penanganan Tumpahan Sediaan Sitostatika
Membersihkan tumpahan dalam ruangan steril dapat dilakukan petugas tersebut atau meminta pertolongan orang lain dengan menggunakan chemotherapy spill kit yang terdiri dari:
  Membersihkan tumpahan di luar BSC dalam ruang steril
1)      Meminta pertolongan, jangan tinggalkan area sebelum diizinkan.
2)      Beri tanda peringatan di sekitar area.
3)      Siapkan spill kit
4)      Petugas penolong menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
5)      Angkat partikel kaca dan pecahan-pecahan dengan menggunakan alat seperti    sendok dan tempatkan dalam kantong buangan.
6)      Serap tumpahan cair dengan kassa penyerap dan buang dalam kantong tersebut.
7)      Serap tumpahan serbuk dengan handuk basah dan buang dalam kantong tersebut.
8)      Cuci seluruh area dengan larutan detergen.
9)      Bilas dengan aquadest.
10)  Ulangi pencucian dan pembilasan sampai seluruh obat terangkat.
11)  Tanggalkan glove luar dan tutup kaki, tempatkan dalam kantong pertama.
12)  Tutup kantong dan tempatkan pada kantong kedua.
13)  Tanggalkan pakaian pelindung lainnya dan sarung tangan dalam, tempatkan dalam kantong kedua.
14)  Ikat kantong secara aman dan masukan dalam tempat penampung khusus untuk dimusnahkan dengan insenerator.
15)  Cuci tangan.
16)  Kejadian insiden tumpahan harus tercatat dan dilaporkan ke panitia K3RS

   Membersihkan tumpahan di dalam BSC
1)      Siapkan Spill Kit
2)      Petugas menggunakan APD(sarungtangan, masker, sepatu, apron plastic, dll) danlepaskan perhiasan tangan (jam, cincin dll)
3)      Isolasi daerah tumpahan tersebut
4)      Serap tumpahan dengan kassa untuk tumpahan cair atau handuk basah untuk tumpahan serbuk.
5)      Tanggalkan sarung tangan dan buang, lalu pakai 2 pasang sarung tangan baru.
6)      Angkat hati-hati pecahan tajam dan serpihan kaca sekaligus dengan alas kerja/meja/penyerap dan tempatkan dalam wadah buangan.
7)      Cuci permukaan, dinding bagian dalam BSC dengan detergen, bilas dengan aquadestilata menggunakan kassa. Buang kassa dalam wadah pada buangan.
8)      Ulangi pencucian 3 x.
9)      Keringkan dengan kassa baru, buang dalam wadah buangan.
10)  Tutup wadah dan buang dalam wadah buangan akhir.
11)  Tanggalkan APD dan buang sarung tangan, masker, dalam wadah buangan akhir untuk dimusnahkan dengan insenerator.
12)  Cuci tangan dengan 6 lagkah cuci tangan pakai sabun
13)  Kejadian insiden tumpahan harus tercatat dan dilaporkan ke panitia K3RS

b.      Prosedur Penanganan Tumpahan Bahan Kimia
1)    Evakuasi area
2)    Dekontaminasi mata dan kulit
3)    Laporkan kepada penanggung jawab kedaruratan
4)    Tentukan jenis tumpahan
5)    Evakuasi semua orang yang tidak terlibat
6)    Berikan pertolongan pertama terhadap korban
7)    Amankan area terkontaminasi
8)      Sediakan pakaian pelindung sesuai kebutuhan
9)    Batasi penyebaran tumpahan
10)  Netralisasi atau disinfeksi tumpahan
11)  Kumpulkan semua tumpahan dan materi terkontaminasi
12)  Dekontaminasi aatau disinfeksi area
13)  Bilas area dan keringkan
14)  Dekontaminasi semua alat yang telah digunakan
15)  Lepaskan alat pelindung, kemudian didekontaminasi
16)  Cari pertolongan medis bagi korban selama proses pembersihan
17)  Kejadian insiden tumpahan harus tercatat dan dilaporkan ke panitia K3RS

c.     Prosedur Penanganan Limbah Laboratorium
1)      Petugas atau peneliti menggunakan sarung tangan dan masker bila perlu sebelum penanganan limbah
2)      Membersihkan dengan air, dicampur sabun pembersih untuk limbah berupa tumpahan bahan kimia di area kerja kemudian di pel atau di lap sampai bersih dan kering
3)      Membuang langsung ke wastafel untuk cairan yang mudah larut dalam air dengan dibilas menggunakan kran mengalir sedangkan untuk cairan yang bersifat asam atau basa perlu dinetralkan terlebih dahulu sebelum dibuang
4)      Media agar yang sebelumnya ditumbuhi bakteri, plastik, botol, peralatan yang terkontaminasi, dan vaksin disterilisasi terlebih dahulu dengan Auoclave pada suhu121°C selama 15 menit kemudian dimasukkan dalam kantong plastik untuk selanjutnya dibuang ke tempat pembuangan
5)      Membuang langsung ke tempat sampah untuk tisu, kertas, botol dan limbah tidak berbahaya atau tidak terkontaminasi mikroorganisme
6)      Cuci tangan dengan 6 lagkah cuci tangan pakai sabun
7)      Kejadian insiden tumpahan harus tercatat dan dilaporkan ke panitia K3RS

d.      Prosedur Pembersihan Tumpahan Kultur dan Sampel Patogen di Laboratorium
1)       Siapkan Spill Kit
2)      Petugas menggunakan APD(sarungtangan, masker, sepatu, apron plastic, dll) danlepaskan perhiasan tangan (jam, cincin dll)
3)      Isolasi area tumpahan tersebut.
4)      Tumpahan jangan dibersihkan dengan kain melainkan dengan kertas penyerap dan dibuang ke tempat pembuangan limbah klinis.
5)      Tempat bekas tumpahan dibersihkan dengan 2 – 2,5% sodium hipoklorida, dibiarkan 1 jam, lalu dibersihkan lagi dengan kertas penyerap.
6)      Untuk menangani wadah yang terkontaminasi mikroba, minta petunjuk kepada yang lebih ahli atau ikuti prosedur penganganan limbah insiden di laboratorium.
7)      Masukan semua sampah ke plastik sampah medis dan angkut ke TPS B3
8)      Petugas mencuci tangan dengan 6 lagkah cuci tangan pakai sabun.
9)      Laporkan ke PK3RS

e.    Prosedur Penanganan Tumpahan Zat Radioaktif
1). Perlengkapan untuk menangani tumpahan zat radioaktif (decontamination kit) seperti APD, kain serap/diapers, cairan pendekontaminasi (contoh : radiacwash, iodowash), kantong plastik, wadah penampung limbah radioaktif, detektor dan monitor radiasi, tanda radiasi, dan lainnya harus tersedia di unit kerja yang menggunakan zat radioaktif cair
2). Penanganan tumpahan zat radioaktif harus dalam pengawasan petugas proteksi radiasi / petugas penanganan limbah radioaktif
3). Petugas yang menangani tumpahan zat radioaktif harus menggunakan APD yang lengkap sesuai prosedur seperti jas lab, masker, head cover, sarung tangan karet dan lainnya
4). Bila terjadi tumpahan zat radioaktif, petugas harus segera mengisolasi daerah tersebut dan memberi tanda radiasi agar orang tidak lalu lalang di daerah tersebut.
5).   Bersihkan tumpahan dengan cara menyerapnya menggunakan kain serap.
6).   Ukur tingkat kontaminasi lantai menggunakan alat ukur kontaminasi permukaan
7).  Jika tingkat kontaminasi melebihi 1 Bq/cm2, lakukan langkah-langkah sebagai berikut   :
-     dekontaminasi lantai menggunakan cairan pendekontaminasi (contoh : radiacwash, iodowash) dan cairan pembersih lainnya sampai tingkat kontaminasi lantai ≤ 1 Bq/cm2
-     jika dalam jangka waktu lama tingkat kontaminasi permukaan tidak mencapai ≤ 1 Bq/cm2, lakukan tindakan pembersihan (clean-up). Hasil clean-up harus dikelola sebagai limbah radioaktif.
8). Kain serap dan bahan lain yang terkena tumpahan zat radioaktif harus diperlakukan sebagai limbah radioaktif
9).  Cuci tangan dengan 6 lagkah cuci tangan pakai sabun
10). Kejadian insiden tumpahan harus tercatat dan dilaporkan ke panitia K3RS

f. Prosedur Penanganan Tumpahan darah
Tumpahan darah harus dinilai dan ditangani segera. Waktu membersihkan ceceran darah:
1)      Siapkan Spill Kit
2)      Petugas menggunakan APD(sarungtangan, masker, sepatu, apron plastic, dll) danlepaskan perhiasan tangan (jam, cincin dll)
3)      Isolasi area tumpahan tersebut.
4)      Bahan penyerap seperti lap kertas, kain atau serbukgergaji, harus digunakan untuk Menyerap darah atau cairan tubuh
5)      semua bahan harus disimpan dalam kantong sampah yang anti bocor setelah digunakan
6)      daerah tersebut kemudian harus dibersihkan dandisinfeksi menggunakan bahan disinfeksi yang sesuai
7)      tumpahan besar dapat disiram dengan air oleh pekerja yang menggunakan pakaian pelindung
8)      Cuci tangan dengan 6 lagkah cuci tangan pakai sabun
9)      Kejadian insiden tumpahan harus tercatat dan dilaporkan ke panitia K3RS

g.   Prosedur Penanganan Tumpahan Merkuri
1)      Siapkan Spill Kit
2)      Petugas menggunakan APD(sarungtangan, masker, sepatu, apron plastic, dll) danlepaskan perhiasan tangan (jam, cincin dll)
3)      Matikan kipas, AC di sekitar spill (utk mengurangi kecepatan penguapan dan penyebarannya)
4)      Ambil spuit(tanpa jarum) dan sedot kedalam spuit tsb
5)      Tutup area spill mercury dengan tissue atau serbuk sulfur untuk mengikat mercuri yang tersisa
6)      Biarkan spill terserap, dan serok dengan sendok khusus dan masukkan kedalam kantong plastic kuning kirim ke TPS B3
7)      Petugas mencuci tangan dengan 6 lagkah cuci tangan pakai sabun.
8)      Laporkan ke PK3RS

 h.  Prosedur Penanganan Tumpahan asam dan basah
1)      Siapkan Spill Kit
2)      Petugas menggunakan APD(sarungtangan, masker, sepatu, apron plastic, dll) danlepaskan perhiasan tangan (jam, cincin dll)
3)      Isolasi area tumpahan tersebut.
4)      Kemudian dinetralkan dengan soda atau NaHCO3 dan bubuhkan koran.
5)      Kemudian bersihkan dan lakukan pengepelan
6)      Masukan semua sampah ke plastik sampah medis dan angkut ke TPS B3
7)      Petugas mencuci tangan dengan 6 lagkah cuci tangan pakai sabun.
8)      Laporkan ke PK3RS