Translate

Jumat, 08 April 2016

ANALISA MASALAH AIR LIMBAH



ANALISA MASALAH AIR LIMBAH
DI RSUD GUNUNG JATI KOTA CIREBON
TAHUN 2011
( OLEH : MOH ARIFIN )

 
BAB III
ANALASA MASALAH AIR LIMBAH

3.1.     Indentifikasi Masalah
           Dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan air limbah di RSUD Gunung Jati  Kota Cirebon ditemukan permasalahan-permasalahan sebagai berikut :
3.1.1   Kurangnya tenaga lapangan pengelolaan air limbah
3.1.2   Pengolahan  air   limbah  di  RSUD   Gunung   Jati   Kota   Cirebon   hanya
           beroperasi 12 jam, seharusnya 24 jam.
3.1.3   Hasil  pemeriksaan  kualitas  sampel  air   limbah  pada   akhir   pengolahan
( outlet ) air limbah ada beberapa parameter yang melebihi baku mutu, yaitu : Kadar Amoniak (NH3), phospat (PO4) dan BOD5.
 3.1.4  Dalam  menjalankan  tugasnya  tenaga  lapangan air limbah tidak memakai  alat pelindung
          diri (APD).
3.2.     Prioritas Masalah
3.2.1   Penentuan Prioritas Masalah
           Dari beberapa masalah yang sudah teridentifikasi diatas maka langkah selanjutnya adalah menentukan prioritas masalah sehingga dapat diketahui masalah utama dari masalah-masalah yang ada. Penentuan prioritas masalah menurut Azrul Azwar (1996) adalah dengan menggunakan teknik matrik kriteria ( Criteria matrik technique ) yaitu sebagai berikut:
1. Pentingnya masalah (Importency) yaitu:
1). Besarnya masalah (Prevalency) adalah masalah yang lebih banyak 
      ditemukan (sering ditemukan).
2). Akibat yang ditimbulkan oleh masalah (Saverty) adalah akibat yang
      timbul dari suatu masalah yang lebih serius.
3). Kenaikan jumlah masalah (Rate of Inceres) adalah kenaikan masalah
lebih tinggi dan lebih cepat dibandingkan dengan periode sebelumnya.
2.  Teknologi yang tersedia (Technical Feasibilyty)
       Makin sesuai teknologi yang tersedia dan yang dapat dipaki untuk mengatasi masalah makin diprioritaskan masalah tersebut. Teknologi yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah adalah teknologi yang dapat menguasai ilmu dan teknologi yang sesuai.
3.  Sumber daya yang tersedia (Resurce Avability)
        Makin tersedia sumber daya yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah, makin diprioritaskan masalah tersebut. Sumber daya yang dimaksud mencakup sarana (material), tenaga (Man) dan dana (Money).
3.2.2    Pembobotan Masalah
            Prioritas masalah yang dipilih berdasarkan metode dengan menggunakan teknik criteria matriks menggunakan rumus P = I x T x R (Azrul Anwar, 1996).
Keterangan:
P = Prioritas masalah
I = Pentingnya masalah
T = Kelayakan Teknologi
R = Sumber daya yang tersedia
            Dalam pembobotan masalah dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Membuat tabel prioritas masalah dengan mencantumkan daftar masalah.
2.      Petugas menyamakan persepsi tentang masalah yang ada serta kriteria yang digunakan.
3.      Masing-masing petugas menentukan pilihan dengan memberikan skor 1 sampai 5 pada tiap masalah dengan ketentuan:
Nilai 5  ( Sangat penting ), Nilai 4  ( Penting ), Nilai 3 ( Cukup Penting ), 
Nilai 2 ( Kurang Penting ) dan Nilai 1 ( Tidak Penting ).
          Tabel 3.1 Penentuan Prioritas Masalah

No
Jenis Masalah
I
T
R
I x T x R
P
S
R
1
Kurangnya tenaga lapangan pengelolaan air limbah
4
3
3
5
3
150
2
Pengelolaan air limbah rumah sakit hanya beroperasi 12 jam, seharusnya 24 jam.
4
4
3
5
3
165
3
Hasil pemeriksaan sampel air limbah pada akhir pengolahan (outlet) ada beberapa parameter yang tinggi.yaitu: kadar  Amoniak (NH3), Posfat (PO4),  dan BOD5.
5
5
4
4
4
224
4
Dalam menjalankan tugasnya tenaga lapangan limbah sebagian besar tidak memakai alat pelindung diri (APD).
4
5
4
4
3
156

            Priorirtas  masalah yang ada dalam pengelolaan limbah di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon adalah “Hasil pemeriksaan sampel air limbah pada akhir pengolahan (outlet) ada beberapa parameter yang tinggi.yaitu: kadar  Amoniak (NH3), Posfat (PO4),  dan BOD5”. Dari hasil penentuan prioritas masalah tersebut selanjutnya penulis meninjau prioritas masalah dengan menggunakan 5 W + 1 H, yaitu;
1.      What (Apa)
        Kadar  Amoniak (NH3), Posfat (PO4),  dan BOD5 sering tinggi pada pemeriksaan akhir pengolahan (outlet) air limbah di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon.
2.      Why (Kenapa)
        Air limbah hasil buangan dari ruang laundry, ruang laboratorium dan air limbah bekas pengepelan lantai langsung disalurkan ke instalasi pengolahan air limbah (IPAL)  tanpa adanya pengolahan pendahuluan dan operasional IPAL hanya 12 jam per hari.
3.      Who (Siapa)
        Kadar  Amoniak (NH3), Posfat (PO4),  dan BOD5 pada pengolahan akhir (outlet) air limbah RSUD Gunung Jati Kota Cirebon
4.      When (Kapan)
        Pada saat pemeriksaan kualitas sampel air limbah pada bulan Maret 2011  di outlet IPAL RSUD Gunung Jati Kota Cirebon
5.      Where (Dimana)
         Pengolahan akhir (outlet) Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)    
RSUD  Gunung Jati Kota Cirebon.
6.      How (Bagaimana)
         Air limbah dari kegiatan ruang laundry, ruang laboratorium dan air limbah kegiatan pengepelan lantai banyak mengandung zat desinfektan/detergent langsung di salurkan ke IPAL tanpa adanya  pengolahan pendahuluan ( Pre treatment ), yang mengakibatkan beban IPAL terlalu berat sehingga hasil operasional IPAL kurang sempurna yaitu kadar phospat (PO4) dan Amoniak (NH3) pada pengolahan akhir (outlet) air limbah tinggi serta operasional IPAL yang kurang maksimal yang seharusnya 24 jam baru terlaksana 12 jam per hari sehingga  mengakibatkan  BOD5 tinggi.
3.2.3.  Penyebab Masalah
          Kadar  Amoniak (NH3), Posfat (PO4),  dan BOD5 sering tinggi pada pemeriksaan akhir pengolahan (outlet) air limbah RSUD Gunung Jati Kota Cirebon di karenakan sebagai berikut:
1.      Man (Petugas)
        Kurangnya tenaga lapangan dalam pengolahan IPAL , sehingga yang seharusnya pengolahan IPAL 24 jam, baru bisa dilaksanakan 12 jam per hari, pengangkatan lemak pada  bak penangkap lemak di ruang
dapur  sering  menumpuk,  yang  seharusnya  setiap 3 bulan sekali diangkat dan petugas pengepelan lantai harus membuang air limbah bekas pengepelan pada tempat penampungan khusus yaitu pada bak pengolahan pendahuluan ( Pre treatment ).
          Tenaga pengelolaan air limbah  terdiri dari satu orang tenaga penanggung jawab dan satu orang tenaga lapangan air limbah, tenaga lapangan air limbah yang ada kerjanya merangkap dengan tugas lain yaitu melaksanakan sterilisasi ruangan sehingga kerjanya kurang optimal.
          Adapun tugas pokok dari penanggung jawab pengelolaan air limbah sebagi berikut :
a.       Membuat rencana kegiatan pengelolaan air limbah
b.      Melaksanakan rencana kebutuhan kegiatan pengelolaan air limbah
c.       Melaksanakan pengukuran debit, pH, dan suhu air limbah.
d.      Melakukan pengawasan sarana dan prasarana pengelolaan air limbah ( Septiktank, saluran, bak control, bak handget, bak communitor, sumur submersible, bak aerasi, bak outlet, bak flokulasi, kolam ikan dan kondisi mesin IPAL ).
e.       Membuat laporan bulanan, triwulan dan tahunan
f.       Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan seluruh staf di Instalasi Sanitasi.
g.      Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Instalasi Sanitasi Lingkungan.
          Sedangkan tugas pokok dari petugas lapangan air limbah adalah sebagai berikut :
a.       Melaksanakan  pemeriksaan lapangan terhadap sumber air limbah dan saluran pembuangan air limbah
b.      Melaksanakan  pengawasan dan pemeliharaan:
1)     Septiktank
2)     Bak Kontrol
3)     Jaringan Instalasi Air Limbah
4)     Bak Handgate
5)     Bak Communitor
6)     Bak Summersible
7)     Bak Aerasi
8)     Bak Klorin
9)     Kolam Ikan
10) Bak Penangkap lemak
c.       Melaksanakan kegiatan pemeliharaan kebersihan lapangan IPAL, Ruang panel, konstruksi bak – bak yang ada di IPAL
d.      Mengoperasikan panel listrik, pompa summersible, communitor, dosing pump dan blower
e.       Melaksanakan kegiatan pengurasan dan pembersihan
1)      Bak Kontrol
2)      Bak – bak di IPAL
3)      Bak Penangkap Lemak
f.       Melaporkan kegiatan harian
g.      Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Instalasi Sanitasi antara lain sterilisasi ruangan.
2.      Material (sarana)
          Air limbah hasil buangan dari aktifitas ruang laundry, ruang laboratorium dan air limbah dari hasil  kegiatan pengepelan lantai  langsung disalurkan ke IPAL, karena belum adanya sarana bak pengolahan pendahuluan ( Pre treatment ) air limbah di ruang laundry, ruang laboratorium, dan air limbah dari kegiatan pengepelan lantai. Belum tersedianya bak pengolahan pendahuluan ( Pre treatment ) karena keterbatasan anggaran yang ada di rumah sakit, anggaran biaya pengolahan air limbah tahun 2010 hanya mampu untuk operasional kegiatan rutin dan untuk biaya  pergantian mesin blower yang rusak, perbaikan panel control dan pergantian nozel aerasi, sedangkan untuk pembuatan bak pengolahan pendahuluan ( Pre treatment )  untuk ruang laundry, ruang laboratorium belum terealisasi menunggu anggaran tahun berikutnya.
3.       Money (Pendanaan)
        Terbatasnya anggaran untuk operasional IPAL, anggaran operasional rumah sakit hanya mengutamakan untuk kebutuhan operasional yang bersifat rutin, sedangkan dana untuk kebutuhan pengadaan dan perbaikan yang biayanya cukup besar dalam realisasinya  sulit  terpenuhi.   Rencana  biaya  rutin  untuk operasional
pengolahan air limbah dalam satu tahun Rp. 62.650.000,00  pada tahun 2010 kemarin biaya operasional kegiatan rutin hanya terealisasi Rp. 49.600.000,00 untuk biaya pengadaan dua buah blower untuk mengganti blower yang rusak sebesar Rp. 60.000.000,00 dan untuk penggantian nozel aerasi sebanyak 48 buah ( Rp.3.600.000,00 ). Sedangkan  rencana kebutuhan rutin/pengadaan lainnya  yang belum terpenuhi diantaranya: pemeriksaan kualitas air limbah yang seharusnya dalam satu tahun ada 20 sampel ( Rp. 6.000.000,00 )  hanya terlaksana   15 sampel ( Rp. 4.500.000,00 ), pengadaan APD   ( Rp. 1.050.000,00 ) anggaran  tahun 2010 belum terealisasi,  pemasangan alat pengukur debit  air  limbah    ( Rp. 4.000.000,00 ) belum terpenuhi, dan pembuatan bak pengolahan pendahuluan untuk ruang laundry, laboratorium, dan kamar OK ( Rp. 180.000.000,00 ) juga belum terealisasi.
4.      Methode (Metoda)
        Air limbah hasil buangan dari aktifitas ruang laundry, ruang laboratorium dan air limbah dari kegiatan pengepelan lantai yang banyak mengandung zat desinfektan/detergent harus dilakukan tindakan pendahulun  (pre treatment) sehingga beban IPAL tidak tertalu berat. Dengan cara pembuatan pada bak pre treatment dengan  pemberian/pembubuhan kapur kohor atau karbon aktif, ataupun dengan pemasangan mesin presure filter, sedangkan  untuk ruang dapur  yang  air  limbahnya  banyak   mengandung,  minyak dan lemak harus dibuat   bak    penangkap    lemak    (greas trep)     yang     pengurasan/pengangkatan lemaknya harus rutin setiap tiga bulan sekali, yang selanjutnya dikeringkan dan setelah kering dibakar di mesin incinerator.
5.      Machine (Mesin)
        Kurangnya waktu operasional mesin IPAL yang seharusnya 24 jam baru bisa dilaksanakan 12 jam per hari, belum adanya mesin pressure filter untuk pengolahan pendahuluan pada ruang laundry dan ruang laboratorium, dan pemeliharaan mesin IPAL yang kurang rutin sehingga kerja mesin kurang maksimal.
6.      Market (Pasar)
        Kurangnya dukungan dari Direksi untuk penanganan operasional pengelolaan air limbah rumah sakit. Kurangnya promosi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan dan Kantor Lingkungan Hidup tentang  pengolahan air limbah yang ramah lingkungan .
3.3     Alternatif Pemecahan Masalah
          Dengan teridentifikasinya beberapa masalah potensial yang ada pada pengelolaan air limbah di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon, maka penulis berpendapat bahwa proses pemecahan masalah yang harus dilakukan dalam mengatasi masalah kadar  Amoniak (NH3), Posfat (PO4),  dan BOD5  yang sering tinggi pada pemeriksaan akhir pengolahan (outlet) air limbah di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon, maka langkah-langkah kegiatan yang harus dilaksanakan adalah sebagai berikut:
3.3.1   Man (Kinerja Petugas)
           Harus adanya penambahan petugas lapangan, yaitu tiga orang untuk opoerasional mesin IPAL, untuk petugas pagi, petugas operasional sore dan malam, dan satu orang lagi untuk petugas kebersihan dan pemeliharaan sarana pengolahan air limbah.
           Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan petugas lapangan dengan mengikuti pendidikan dan pelatihan mengenai pengelolaan limbah layanan rumah sakit baik di dalam lingkungan rumah sakit maupun di luar RSUD Gunung Jati Kota Cirebon.
           Adanya kedisiplinan petugas lapangan untuk menguras/mengangkat lemak hasil kegiatan dapur secara rutin  tiga bulan sekali, yang selanjutnya dikeringkan dan setelah kering dibakar pada mesin incinerator. Petugas pengepelan lantai harus membuang sisa air limbah dari pengepelan lantai tersebut pada bak penampungan untuk diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke IPAL, jangan memindahkan petugas operasional IPAL sebelum penggantinya betul-betul terlatih dalam mengoperasikan mesin-mesin  IPAL. Untuk meningkatkan kedisiplinan dan kinerja petugas  dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari, harus dibarengi dengan meningkatkan  kesejahteraan petugas lapangan air limbah.
3.3.2  Material (Sarana)
          Melengkapi sarana dan prasarana pengelolaan air limbah dengan pembuatan bak pengolahan pendahuluan  (pre treatment) di ruang laundry dan laboratorium atau  pemasangan  mesin pressure  filter, pembuatan  bak  penampungan  untuk air limbah dari kegiatan pengepelan lantai, sehingga air limbah dari ruang laundry, ruang laboratorium dan air limbah dari kegiatan pengepelan lantai tidak langsung dialirkan ke IPAL, beban IPAL menjadi ringan dan diharapkan kualitas air limbah pada pengolahan akhir (outlet) sesuai dengan baku mutu yang diperbolehkan.
3.3.3   Money (Pendanaan)
           Pendanaan kegiatan operasional IPAL, harus direncanakan sesuai dengan kebutuhan kegiatan sehari-hari, rencana anggaran untuk operasional kegiatan rutin IPAL dalam satu tahun Rp. 62.650.000,00 harus terealisasi, ditambah rencana anggaran untuk  kegiatan pemeliharaan sarana dan prasarana, kebutuhan perbaikan mesin yang rusak dan untuk pengembangan IPAL ke depan di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon, harus benar-benar jelas dianggarkan melaui anggaran jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.
3.3.4   Method (Metoda)
           Air limbah hasil buangan dari aktifitas ruang laundry, ruang laboratorium, dan air limbah dari kegiatan pengepelan lantai yang banyak mengandung zat desinfektan harus dilakukan tindakan pendahuluan (pre treatment), dengan pembuatan bak pre treatment dengan  pembubuhan kapur kohor atau karbon aktif, ataupun dengan pemasangan mesin presure filter, sedangkan untuk ruang dapur untuk pengangkatan lemak harus dilaksanakan secara rutin tiap 3 bulan sekali dan untuk air limbah dari semua kegiatan pengepelan lantai ruangan dan salasar  harus dikumpulkan dalam suatu tempat penampungan khusus untuk dilakukan tindakan pengolahan pendahuluan (pre treatment) sebelum di alirkan ke IPAL.
3.3.5  Machine
          Pengoptimalan operasional IPAL harus dilaksanakan selama 24 jam dan harus sesuai dengan prosedur operasional. Pemeliharaan mesin harus secara rutin setiap satu bulan sekali jangan menunggu mesin rusak, agar kerja mesin IPAL dapat berjalan dengan optimal. Untuk air limbah dari kegiatan ruang laundry, ruang laboratorium dan air limbah dari kegiatan pengepelan lantai bila tidak dibuat bak pengolahan pendahuluan (pre treatment) maka sebaiknya dipasang menggunakan mesin pressure filter untuk menyaring kadar  Amoniak (NH3) dan Posfat (PO4) agar apabila dilakukan pemeriksaan kualitas air limbah kadar  Amoniak (NH3) dan Posfat (PO4) akan turun, sesuai dengan baku mutu yang diperbolehkan.
3.3.6  Market
          Adanya dukungan dari Direksi, Institusi terkait misalnya Kantor Lingkungan Hidup dan Dinas Kesehatan dalam mempromosikan pengolahan air limbah. Pengawasan dan pembinaan terhadap pengelolaan air limbah yang sesuai dengan prosedur sehingga hasil akhir dari pengolahan air limbah tidak mencemari badan air penerima.

BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

4.1     Simpulan
          Pengolahan air limbah di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon dengan menggunkan sistem tertutup melalui perpipaan, air limbah yang dihasilkan dari bangunan lama dengan menggunakan septiktank yang dialirkan ke bak kontrol, selanjutnya dialirkan ke IPAL, sedangkan untuk bangunan baru ada yang langsung dialirkan ke IPAL dengan melalui bak kontrol dan ada yang melalui septiktank terlebih dahulu sebelum dialirkan ke IPAL.
          Hasil pemeriksan sampel air limbah pada bulan Maret 2011 diketahui bahwa kadar  Amoniak (NH3), Posfat (PO4),  dan BOD5 pada akhir pengolahan (outlet) air limbah belum memenuhi baku mutu yang mengacu kepada Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 58 tahun 1995, tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit.
          Dampak dari Air limbah rumah sakit dapat menimbulkan paparan /dampak  terhadap lingkungan dan masyarakat yang mempunyai resiko dari hasil yang ditimbulkan serta usaha mengatasinya. Sebagai upaya untuk menangani dampak yang mungkin ditimbulkan dari air limbah, Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati Kota Cirebon melakukan suatu upaya pengelolaan air limbah dengan baik dan benar serta pelaksanaan secara berkesinambungan  demi terciptanya kondisi lingkungan rumah sakit yang sehat, bersih dan nyaman sesuai dengan ketentuan SK Menkes No. 1204 tahun 2004.

4.2     Saran
           Dalam pengelolaan air limbah di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon, maka penulis memberikan saran untuk mengatasi masalah kadar  Amoniak (NH3), Posfat (PO4),  dan BOD5  yang sering tinggi pada pemeriksaan akhir pengolahan (outlet) air limbah di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon, sebagai berikut :
4.2.1  Man ( Kinerja Petugas )
          Harus adanya penambahan petugas lapangan air limbah sebanyak tiga orang serta dibarengi dengan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan petugas lapangan dengan mengikuti pendidikan dan pelatihan mengenai pengelolaan limbah layanan rumah sakit baik di dalam lingkungan rumah sakit maupun di luar RSUD Gunung Jati Kota Cirebon dan jangan memindahkan petugas operasional IPAL sebelum penggantinya betul-betul terlatih dalam mengoperasikan mesin-mesin  IPAL.
4.2.2  Material (Sarana)
          Disarankan untuk melengkapi sarana dan prasarana pengelolaan air limbah dengan pembuatan bak pengolahan pendahuluan  (pre treatment) di ruang laundry dan laboratorium atau  pemasangan  mesin pressure  filter, pembuatan  bak  penampungan  untuk air limbah dari kegiatan pengepelan lantai untuk diolah terlebih dahulu sebelum dialirkan ke IPAL agar beban IPAL menjadi ringan dan diharapkan kualitas air limbah pada pengolahan akhir (outlet) sesuai dengan baku mutu yang diperbolehkan.
4.2.3   Money (Pendanaan)
           Disarankan adanya dana operasional IPAL yang direncanakan sesuai dengan kebutuhan kegiatan sehari-hari, rencana anggaran untuk  kegiatan pemeliharaan sarana dan prasarana, kebutuhan perbaikan mesin yang rusak dan untuk pengembangan IPAL ke depan di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon, harus benar-benar jelas dianggarkan melaui anggaran jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang ( terlampir ).
3.3.4   Method (Metoda)
           Air limbah hasil buangan dari aktifitas ruang laundry, ruang laboratorium, dan air limbah dari kegiatan pengepelan lantai yang banyak mengandung zat desinfektan disarankan agar dilakukan tindakan pendahuluan (pre treatment), dengan pembuatan bak pre treatment dengan  pembubuhan kapur kohor atau karbon  aktif, ataupun  dengan  pemasangan mesin presure filter, sedangkan untuk ruang dapur untuk pengangkatan lemak harus dilaksanakan secara rutin tiap tiga bulan sekali.
4.2.5  Machine
          Disarankan pengoptimalan operasional IPAL harus dilaksanakan selama 24 jam dan harus sesuai dengan prosedur operasional. Pemeliharaan mesin harus secara rutin setiap satu bulan sekali, agar kerja mesin IPAL dapat berjalan dengan optimal. Untuk air limbah ruang laundry, ruang laboratorium dan air limbah dari kegiatan pengepelan lantai bila tidak dibuat bak pengolahan pendahuluan (pre treatment) maka disarankan menggunakan mesin pressure filter.
4.2.6  Market
          Adanya dukungan dari Direksi, Institusi terkait misalnya Kantor Lingkungan Hidup dan Dinas Kesehatan dalam mempromosikan pengolahan air limbah. Pengawasan dan pembinaan terhadap pengelolaan air limbah yang sesuai dengan prosedur.