ABSTRAK
Rumah sakit sebagai sarana pelayanan
kesehatan untuk masyarakat umum, merupakan tempat berkumpulnya orang sakit
maupun orang sehat yang memungkinkan terjadinya pencemaran terhadap lingkungan,
gangguan kesehatan dan menjadi penyebab penularan penyakit. RSUD Gunung Jati Kota Cirebon sebagai
penyedia pelayanan kesehatan dapat
dipastikan menghasilkan berbagai jenis limbah yang salah satunya adalah sampah
infeksius. Volume sampah infeksius di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon sebanyak 19.458 kg per tahun atau 40 – 80 kg per
hari, dimusnakan dalam incinerator dengan suhu di atas 1000 oC.
Dalam pengelolaan sampah infeksius masih ditemukan 13,7% dari 22
tempat sampah infeksius
terdapat sampah domestik, 77,3%
dari 22 tempat sampah infeksius tercampur dengan sampah benda tajam. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan pengelolaan sampah infeksius di RSUD Gunung Jati Kota
Cirebon tahun 2010.
Dalam penelitian ini menggunakan metode Deskriptif Analitik dengan menggunakan rancangan penelitian Cross sectional. Jumlah populasi 206
orang terdiri dari 194 perawat, dan petugas Sanitasi
sebanyak 12 orang. Jumlah sampel
sebanyak 68 responden yang diambil
dengan menggunakan rumus Taro Yamane dan jumlah sampel tiap ruangan ditentukan secara proportionate random sampling. Data yang
diperoleh dengan cara wawancara menggunakan kuesioner dan dianalisis secara
statistik dengan menggunakan uji Chi-square.
Dari hasil uji
statistik didapatkan kebijakan baik 67,6%,
hasil uji Chi-Square diperoleh nilai P value 0,000
berarti ada hubungan yang bermakna antara kebijakan dengan pengelolaan sampah
infeksius. Pengetahuan baik 91,2%, hasil uji Chi-Square diperoleh nilai
P value 0,314 berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara
pengetahuan dengan pengelolaan sampah infeksius. Sarana dan prasarana baik 70,6%,
hasil uji Chi-Square diperoleh nilai P value 0,000 berarti ada hubungan
yang bermakna antara sarana dan
prasarana dengan pengelolaan sampah infeksius.
Sehubungan dengan hasil penelitian ini
diharapkan perlu meningkatkan/melengkapi
kebijakan yang mengatur tentang pengelolaan sampah infeksius, meningkatkan pengetahuan
petugas dengan memberikan penyuluhan, pendidikan dan pelatihan, meningkatkan sarana
dan prasarana pengelolaan sampah infeksius dan bagi petugas yang berhubungan
langsung dengan sampah infeksius disarankan untuk selalu menggunakan APD,
bekerja sesuai SPO, selalu memperhatikan hygiene personil, kesehatan dan
keselamatan kerja, pemeriksaan kesehatan secara berkala dan pemberian
imunisasi.
Kata Kunci : Sampah Infeksius
Daftar Bacaan : 27 (1999 – 2010 )
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Undang-Undang Negara Republik Indonesia tahun 1945 menyatakan bahwa
lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional
bagi setiap warga negara Indonesia. Oleh karena itu, lingkungan hidup Indonesia
harus dilindungi dan dikelola dengan baik berdasarkan asas tanggung jawab
negara, asas berkelanjutan, dan asas keadilan. Selain itu, pengelolaan
lingkungan hidup dapat memberikan kemanfaatan ekonomi, soaial, dan budaya bertujuan
mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan berwawasan lingkungan hidup dalam
rangka pembangunan manusia Indonesia seluruhnya.1
Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa
setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di
bidang kesehatan dan setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Oleh karena itu pemerintah
menyelenggarakan kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara
terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan
kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan.2
Rumah sakit sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan merupakan
bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung
penyelenggaraan upaya kesehatan.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan rumah
sakit mempunyai karakteristik dan
organisasi yang sangat kompleks. Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan
perangkat keilmuaannya masing-masing berinteraksi satu sama lain. Ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang sangat pesat yang harus
diikuti oleh tenaga kesehatan dalam rangka pemberian pelayanan yang bermutu.3
Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati Kota Cirebon sebagai sarana
pelayanan kesehatan untuk masyarakat umum, merupakan tempat berkumpulnya orang
sakit maupun orang sehat yang memungkinkan terjadinya pencemaran terhadap
lingkungan, gangguan kesehatan dan atau menjadi penyebab penularan penyakit. Sesuai
tugas pokok dan fungsinya RSUD Gunung Jati Kota Cirebon dalam kegiatan sehari-hari
sebagai penyedia pelayanan kesehatan dalam upaya Preventif, Kuratif, Promotif, dan Rehabilitatif dapat dipastikan menghasilkan berbagai jenis limbah
yang salah satunya adalah sampah infeksius.
Sampah di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon terdiri dari sampah medis
dan sampah non medis, sampah medis terdiri dari sampah infeksius, sampah
patologi, sampah benda tajam, sampah farmasi, sampah sitotoksis, sampah kimiawi,
sampah radioaktif, sampah kontainer bertekanan dan sampah dengan kandungan
logam berat yang tinggi, sedangkan sampah non medis terdiri dari sampah organik
dan anorganik.
Sampah rumah sakit
23% terdiri dari sampah medis dan hampir 80% dari sampah medis adalah sampah
infeksius. Dampak dari sampah infeksius bila tidak dikelola dengan baik dan
benar akan menularkan berbagai penyakit dan tempat perkembangbiakan vektor penyakit seperti lalat, kecoa, nyamuk,
tikus, juga
penyebab terjadinya pencemaran lingkungan yang berakibat pada
penurunan derajat kesehatan masyarakat di sekitar rumah sakit, serta dapat
menurunkan citra rumah sakit.4
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan, Departemen Kesehatan RI melakukan pengkajian bersama
Bali Fokus didukung WHO tahun 2009
menggambarkan bahwa 6 rumah sakit (di Medan,Bandung dan Makasar) dan
berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi (MONEV)
di 33 rumah sakit ( 13 Propinsi) sebagian rumah sakit
65% telah melakukan pemilahan antara limbah medis dan limbah domestik, tetapi
masih sering terjadi salah tempat dalam pewadahannya dan 65% memiliki
incinerator dengan suhu pembakaran antara 530 oC – 800 oC,
dan yang berfungsi 75% dengan pengolahan abu belum dilakukan dengan baik.4
RSUD Gunung Jati Kota Cirebon sebagai rumah sakit kelas B Pendidikan dengan kapasitas 305 tempat
tidur, sesuai dengan laporan tahunan
Instalasi Sanitasi Lingkungan tahun 2009 volume sampah infeksius yang diolah sebanyak 19.458
kg per tahun dan rata-rata perharinya
sebayak 40 – 80 kg dengan menghasilkan sisa abu
pembakaran incinerator sebanyak 2.917 kg per tahun dan rata-rata perharinya 8
kg, sedangkan kapasitas mesin incinerator di RSUD
Gunung Jati Kota Cirebon adalah 0,6 M3 dengan suhu pembakaran di atas 1000 oC.5
Dalam penanganan
sampah infeksius harus dilakukan pengawasan dari tahap pemilahan, pewadahan,
pengangkutan, pembakaran di incinerator hingga pengolahan abu
sisa pembakaran. Berdasarkan
hasil laporan praktek
belajar
lapangan mahasiswa Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung pada tanggal 10 - 22 Januari 2010 di
RSUD Gunung Jati Kota Cirebon ditemukan 13,7% (3 tempat sampah
infeksius) dari 22
tempat sampah infeksisus
terdapat sampah
domestik, 77,3% (17 tempat sampah infeksius) dari 22 tempat sampah
infeksius tercampur dengan sampah benda tajam, dan 100% dari 2 trolly
pengangkut sampah infeksius hanya dibersikan tidak didesinfektan dahulu setelah
dipakai.6
Menurut Pedoman dari
Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010, beberapa hal yang
berhubungan dengan keberhasilan dalam pengelolaan sampah infeksius rumah sakit
yaitu: kebijakan Direktur rumah sakit, pengetahuan petugas yang menangani
sampah infeksius, sarana dan prasarana penunjang pengelolaan sampah infeksius,
dan dana/biaya operasional pengolahan
sampah infeksius.7
Kebijakan merupakan
dasar dalam pengelolaan sampah infeksius, untuk memperbaiki system
pengelolaannya, kebijakan dan petunjuk teknis dalam penerapan peraturan tentang
pengelolaan sampah infeksius, harus menerangkan dengan jelas aturan mengenai
pemilahan, pewadahan, pengangkutan, pemusnahan, resiko, tanggung jawab, sumber
daya, sarana dan fasilitas yang tersedia di rumah sakit tersebut.7
Pengetahuan tentang pengelolaan sampah
infeksius, resiko dan cara pencegahannya merupakan pengetahuan yang harus
didapatkan semua petugas yang berhubungan dengan penanganan sampah infeksius di
rumah sakit. Dengan demikian, dapat menyadarkan sikap petugas akan dampak
serius yang mungkin muncul akibat pengelolaan sampah infeksius yang kurang
baik.7
Sarana dan prasarana untuk kegiatan pengelolaan sampah infeksius harus
sesuai dengan kebutuhan, baik kualitas maupun kuantitasnya, untuk mendukung kelancaran proses pengelolaan sampah
infeksius di rumah sakit, sehingga tercapainya kualias pengolahan sampah
infeksius yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.7
Hal tersebut di atas yang melatarbelakangi penulis untuk
melakukan penelitian skripsi
dengan mengambil judul “
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pengelolaan Sampah Infeksius di RSUD
Gunung Jati Kota Cirebon Tahun 2010 ”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan hasil laporan praktek belajar lapangan mahasiswa
Politeknik Kesehatan Kemenkes
Bandung pada tanggal 10 - 22 Januari 2010 di RSUD Gunung Jati Kota
Cirebon ditemukan 13,7% (3 tempat sampah infeksius) dari 22 tempat sampah
infeksisus terdapat sampah domestik, 77,3% (17 tempat sampah infeksius) dari 22
tempat sampah infeksius tercampur dengan sampah benda tajam, dan 100% dari 2
trolly pengangkut sampah infeksius hanya dibersikan tidak didesinfektan dahulu
setelah dipakai. Jika keadaan ini tidak
segera dilakukan pengelolaan sampah infeksius secara baik dan benar, maka
dikuatirkan akan membawa dampak yang negatif terhadap kesehatan lingkungan di
sekitar rumah sakit. Oleh karena itu rumusan dalam
penelitian ini adalah : “ Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan
pengelolaan sampah infeksius di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon Tahun 2010” ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk
mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan pengelolaan
sampah infeksius di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon tahun 2010.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Diketahui hubungan antara kebijakan dengan
pengelolaan sampah infeksius di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon tahun 2010,
2. Diketahui
hubungan antara pengetahuan dengan pengelolaan sampah infeksius di RSUD Gunung Jati Kota
Cirebon tahun 2010.
3. Diketahui hubungan antara sarana dan
prasarana dengan pengelolaan sampah infeksius di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon tahun 2010.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup penelitian
mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan pengelolaan sampah infeksius di RSUD Gunung Jati Kota
Cirebon tahun 2010, dalam penelitian ini dibatasi yaitu : kebijakan dalam
pengelolaan sampah infeksius,
pengetahuan perawat (Paramedis)
dan petugas lapangan sampah infeksius terhadap pengelolaan sampah infeksius,
dan sarana dan prasarana penunjang pengelolaan sampah infeksius. Populasi dalam
penelitian ini hanya perawat (Paramedis) yang bekerja di ruang perawatan sebanyak 194
orang dan Petugas Sanitasi sebanyak 12 orang,
sedangkan sampel yang diambil adalah perawat (Paramedis) yang ada di
kantor ruangan sebanyak 64 responden dari 14 ruangan, serta 4 responden petugas
sampah infeksius Instalasi Sanitasi.